Oleh: Wievi Werstanti Kuswana
Pelajar Kelas IX SMP SATYA DHARMA SUDJANA
16 Oktober 2008.
Hari itu seseorang yang sangat Citra sayangi berulang tahun.
RANDU.
Seorang yang sangat perfect di kedua bola mata Citra.
“Selamat ulang tahun ya? Wish you all the best. And what do you can be real. Amin.” itulah pesan yang ia kirim buat Pangeran perfect, Randu, yang dia kirimkan pukul 5 pagi setelah bangun dari tidur.
Dua belas jam Citra menunggu pesan balasan dari Randu, namun tanda-tanda itu tak terlihat. Randu menghilang bak ditelan perut bumi. Tak ada kabar. Tak ada cerita. Ada apa dengan Randu?
Seminggu sudah ulang tahun Randu. Namun, tanda-tanda itu belum juga terlihat. Tanda-tanda balasan pesan Randu untuk Citra. Dia sangat kecewa. Dia sangat membenci Randu kerena Randu sama sekali tidak memberi kabar tentangnya.
☻☻☻
“Haruskah ku mati karenamu…
Terkubur dalam kesedihan sepanjang waktu
Haruskah ku rela kan diriku…
Hanya demi cinta yang mungkin bisa mambunuhku”
Isyarat pesan dari handphone Citra berbunyi. Namun, Citra hanya diam dan membiarkan berbunyi sampai isyarat itu selesai. Dia tak pernah lagi seperti orang yang bertemu dengan fans sejati karena dia sudah terbiasa, pasti pesan itu bukan dari Randu.
“Maaf banget ya baru bisa bales. Belakangan ini aku sibuk. Soalnya banyak urusan di sekolah yang harus aku selesaiin. Maaf ya? Kamu gimana kabarnya?”
Ternyata pesan itu dari Randu. Raut mukanya yang semula tak karuan berubah menjadi seperti seseorang yang baru saja mendapatkan sebuah surprise yang sangat dinanti-nantikan kedatangannya.
☻☻☻
Dua minggu sudah ulang tahun Randu. Citra tampak kebingungan, kado apa yang akan dia berikan untuk Sang pangeran perfect. Jam tangan, kemeja, atau fotonya sendiri. Itulah beberapa barang yang sempat melintas di dalam pikirannya. Citra mencoba bertanya kepada teman-temannya, namun sebagian besar yang dia tanyai tak tahu kado apa yang cocok untuk Randu. Akhirnya dia memutuskan untuk membuat satu loyang kue black forest kesukaan Randu.
Citra mulai menyusun strategi untuk menyukseskan jalannya rencana itu. Semalaman dia tidak tidur untuk menyusun beberapa rangkaian pristiwa yang mungkin akan menjadi pengalaman yang paling dia kenang seumur hidup.
☻☻☻
Hari ini, 07 November 2008, rencana kejutan itu akan siap-siap diluncurkan oleh Citra. Sepulang sekolah, dia segera membuat adonan-adonan black forest. Mula-mula dengan mengocok telur dan tepung black forest, lalu dimasukkannya ke dalam cetakan berbentuk love.
Setengah jam Citra menunggu adonan itu menjadi black forest yang lezat. Akhirnya black forest itu jadi juga. Setelah didinginkan beberapa saat, dia segera mengolesi permukaan black forest itu dengan vla cokelat, kemudian diberi hiasan cream, cokelat serut, dan buah cherry yang merah merona, sesuai dengan keadaan hati Citra. Tak lupa dia tambahkan angka 15 di atasnya.
☻☻☻
Tak sabar hati Citra menunggu pukul 19.30 tiba. Dia berdandan bak boneka barbie, cantik dengan rambutnya yang sebahu dan bergelombang itu. Berkali-kali dia melihat si black forest yang akan ditiup oleh Randu. Namun sampai detik jam dinding itu berlari, tanda-tanda kehadirannya pun tak tampak.
“Ah, mungkin dia lagi di jalan. Sabar Citra. Dia pasti datang.” gumamnya dalam hati.
Jam dinding menunjukkan pukul 20.30. sampai detik itu pun kehadirannya belum tampak juga. Wajah Citra tampak kusut, tak tersirat apa-apa di matanya. Pikirannya hampa. Namun, dia masih saja berusaha menunggu Sang pangeran perfect datang menemuinya, meniup lilin, dan memotong black forest yang kemudian diberikan untuk Citra seorang. Itulah khayalan terbesar dalam hidupnya, dapat bersanding dengan Randu.
Pukul 21.30, jam dinding itu tak bosan-bosannya berlari.
“Aduh, kok dia belum dateng-dateng juga sih?” pikirnya.
Detik itu juga Citra mulai kesal. Rasanya tak mungkin Randu akan menemuinya malam-malam begitu, ketika semua orang mulai melabuhkan perahunya di tepian pulau kapuk. Citra keluar dari rumahnya dan melihat ke jalan. Kendaraan pun sudah mulai beristirahat di rumahnya masing-masing. Namun dia tetap saja setia menunggu Randu.
Tepat jam 22.00, tanda-tanda kehadirannya juga belum tampak, kendaraan tak satu pun melewati rumahnya. Citra sangat kesal. Lalu black forest buatannya tadi dia cincang-cincang tak karuan sampai berceceran dimana-mana. Setelah tak tampak lagi wujud love, black forest itu dia buang ke bak sampah seperti orang yang tak berdosa.
Citra menangis di atas tempat tidurnya. Meratapi semua yang telah terjadi hari itu. Lalu dia menulis catatan di situs miliknya, dia beri judul 07 November 2008 yang isinya:
“Hari ini dia pulang…
Tapi aku gak tau dia bakalan kesini atau enggak.
Waktu dia ultah aku belum kasih apa-apa buat dia.
Sekarang…
Aku mau kasih black forest kesukaan dia.
Diatasnya udah aku kasih angka 15.
Black forest buatanku sendiri dengan sepenuh hati.
Diatasnya bertaburan chocolate.
Tapi…
9 jam aku tunggu dia.
Tanda-tandanya kedatangannya tak tampak.
Akhirnya detik itu juga black forest yang tak berdosa itu aku cincang gak karuan.
Semua yang udah aku buat, aku buang.
Makasih udah buat aku kesel...”
☻☻☻
Seminggu setelah kejadian itu, penyakit Citra kambuh. Dia dirawat di rumah sakit. Hampir seminggu dia tinggal disana. Namun, Randu sama sekali tidak mengetahui tentang hal itu. Keadaan Citra saat itu sangat kritis, dia tak kuat lagi jika harus bertahan hidup.
Sekitar jam 5 sore, Randu menelpon Citra.
“Halo…” sapa Randu.
“Iya.” jawab Citra dengan suara serak.
“Kamu lagi dimana?” tanya Randu.
“Di rumah sakit.” jawab Citra.
“Loh emang sakit apa? Kok ga kasih tau aku?”
“Gak sakit apa-apa.”
“Ya udah, ntar malem aku kesana, key? Udah dulu ya? Cepet sembuh…” kata Randu.
☻☻☻
Malam pun tiba. Jam yang terpajang di dinding rumah sakit itu menunjukkan pukul 07.15. Citra sedang tidur pulas di atas kasur rumah sakit, tangannya dibalut infus. Wajahnya pucat. Terlihat seperti orang yang tak bernyawa.
“Citra… Ya ampun. Kamu sakit apa?” kata Randu sambil memegang kepala Citra.
Citra kemudian terbangun dari tidurnya. Perlahan-lahan dia membuka matanya yang sayu tak berdaya itu.
“Cit, kasih tau aku kamu sakit apa sebenarnya?” kata Randu.
“Aku gak sakit apa-apa kok. Kamu tenang aja, aku cuma kecapean. Kemarin habis les piano kehujanan di jalan.” jawabnya pelan.
Lalu Citra dan Randu berbincang-bincang. Dia tampak terhibur dengan kedatangan Sang pengeran.
“Bacain aku Summer Breeze dong. Tapi yang endingnya aja ya? Soalnya tinggal endingnya yang belum aku baca.” kata Citra.
Randu segera membacakan novel kesukaan Citra dengan lembut. Tanpa sepengetahuan Randu, Citra mengambil sebuah kotak berwarna hitam-putih, kemudian dia letakkan di sampingnya. Lagi-lagi air matanya menetes, tak tahan jika sesaat lagi maut akan menjemputnya pergi dari dunia yang fana ini. Meninggalkan semua kenangan yang telah terukir indah di dunia ini.
“Selesai… Bagus juga ya novelnya.” kata Randu.
“Ma.. kasih ya udah mau bacain.”
“Loh kamu kenapa nangis?” tanyanya.
“Gak apa-apa. Terharu aja denger kamu baca novel itu.” kata Citra. “Ini buat kamu.” sambil menyerahkan kotak hitam-putih itu ke Randu.
“Apa ini?” tanyanya.
“Udah. Bukanya di rumah aja ya. Jangan disini.” suasana hening sejenak. Raut muka Randu penuh tanda Tanya. “Apa kamu mau nemenin aku disini? Malam ini aja?” kata Citra.
“Mau. Kan besok libur.” jawab Randu. “Ya udah, kamu tidur ya, biar cepet sembuh.”
Citra tidur. Wajahnya menyiratkan senyuman. Entah senyuman apa. Senyuman untuk bertahan hidup atau senyuman kepergian.
Setengah jam kemudian, Citra bangun dari tidurnya. Mutiara air matanya pun terjatuh lagi. Tak tahu jalan apa yang harus dia lewati saat ini. Rumah sakit pun sepi, tak ada suara sedikit pun.
“Ndu, bangun sebentar. Aku gak kuat.” kata Citra dengan napas yang sesak.
Randu terkejut melihat keadaan Citra, dia pun segera memanggil dokter piket. Tak lama kemudian dokter dan seorang suster datang ke kamar Citra. Randu juga segera memencet nomor rumah Citra, memberi tahu ayah dan ibu Citra. Randu juga memberitahu orang tuanya tentang keadaan Sang Ratu.
Dokter segera memeriksa Citra, memberikan pertolongan untuknya. Terlihat di luar kamar, Randu tampak gelisah. Tak lama kemudian ayah dan ibu Citra datang yang kemudian disusul dengan kedatangan orang tua Randu.
“Citra mana? Kenapa dia?” tanya ibu Citra kepada Randu.
“Citra di dalam, lagi diperiksa dokter. Tadi dia bilang gak kuat lagi, makanya saya langsung panggil dokter.” jelas Randu.
“Sabar Bu. Anak kita pasti baik-baik aja. Dia pasti kuat. Dia sayang sama kita semua. Dia gak mungkin ninggalin kita.” kata ayah Citra sambil memeluk istrinya.
Tak lama kemudian dokter pun keluar dari kamar itu. Terlihat seorang suster sedang membereskan infus yang melilit di tangan Citra.
“Dokter gimana keadaan Citra?” tanya ayah Citra, disusul dengan Randu. “Dok, gimana Citra?”
“Sekali lagi kami minta maaf. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi itu semua sudah diatur oleh yang di atas.” kata dokter.
Randu pun segera masuk ke kamar rawat Citra. Dia mendapati Sang ratu sedang berbaring tak bernyawa, sekujur tubuhnya tampak seperti seorang yang sedang tidur pulas, tetapi untuk selamanya, wajahnya tersenyum damai. Ya. Citra telah pergi dari dunia yang fana ini. Meninggalkan semua orang yang sangat mencintainya. Ayah, ibu, dan orang tua Randu pun ikut menangis di tempat itu, mencium kening Citra. Randu pergi meninggalkan tempat itu setelah dia mengetahui Sang ratu telah pergi.
“Citra…” jerit Randu di taman rumah sakit. “Kenapa kamu pergi ninggalin aku, ayah, ibu, dan semua orang yang sayang sama kamu? Kenapa?” jerit Randu sambil mengangisi kepergian Citra.
☻☻☻
Tanggal 15 November 2008, TPU Al-Ikhlas adalah tempat Citra beristirahat untuk selama-lamanya. Para pelayat, ayah, ibu, dan orang tua Randu dengan mengenakan pakaian serba hitam, pergi meninggalkan tempat itu, hanya Randu seoranglah yang ada di tempat itu, dia hanya memandangi pusara Citra yang berlumuran bunga-bunga kematian dengan tatapan hampa. Di tangannya menggenggam setangkai mawar berwarna putih.
“Dengarkan aku Cit, sampai kapanpun aku gak akan bisa hidup tanpa kamu. Gak pernah ada di dalam pikiranku kalo kamu akan pergi dengan cara seperti ini. Kamu pergi ke tempat yang gak bisa aku ikutin. Mungkin aku masih bisa hidup tanpa kehadiran kamu, tapi gak akan sama. Aku ragu untuk mencintai orang lain selain kamu. Aku juga gak mau mencintai orang lain. Aku akan selalu mencintaimu, selamanya.” kata Randu.
Randu meletakkan setangkai mawar berwarna putih yang dipetik dari taman rumahnya itu di atas pusara Citra, kemudian dia pergi meninggalkan tempat itu.
☻☻☻
Sesampainya di rumah, Randu segera masuk ke kamar. Kamar Randu penuh dengan foto-fotonya bersama Citra semasa Citra masih hidup beberapa jam yang lalu. Kemudian, pandangannya tertuju pada kotak hitam-putih yang diberikan Citra sebelum dia pergi. Perlahan-lahan dia membuka kotak itu. Dan betapa tekejutnya Randu, kotak hitam-putih itu ternyata berisi foto Citra. Di foto itu, wajah Citra tampak bahagia, tersenyum lebar, berpose di atas danau, di sebelahnya tampak sunset yang sangat indah.
Itulah kado terakhir yang diberikan Citra untuk Sang pangeran, Randu. Dia seudah tenang di alam lain, takkan pernah kembali lagi ke dunia ini, namun akan selalu kembali dan datang di mimpi Randu.
☻☻☻
0 comments:
Posting Komentar